Pilih produk yang ingin anda beli. Klik Detail, lalu klik tombol Add to Cart
Klik tombol View Your Cart yang ada di atas halaman (header) sehingga muncul pop up keranjang belanja. Klik tombol Check Out With
Isikan alamat tujuan pengiriman, kemudian klik tombol Terapkan untuk menampilkan opsi layanan pengiriman yang diinginkan. Pilih salah satu layanan pengiriman. Kemudian Isi detail pengeriman seperti nama, nomor telpon dan lain-lain.
Kirim bukti transfer di halaman Konfirmasi Transfer. Bukti transfer berformat gambar dan tidak lebih dari 100MB
Untuk melihat status pesananmu, bisa melalui email atau ke halaman Cek Status Pesananku
Kategori Buku | : Non Fiksi |
Penulis | : Mikaus Gombo, S.Pd., M.Si. |
Jumlah Halaman | : 298 halaman |
Dimensi | : 14 x 20 cm |
ISBN | : 978-634-229-268-6 |
E-ISBN | : 978-634-229-269-3 |
Tahun Terbit | : 2025 |
Editor | : Resa Awahita |
Desain & Penata Letak | : Chily Reinhard G |
Buku ini merupakan kajian mendalam tentang keberadaan,
relevansi, dan rasionalisasi hukum adat masyarakat Papua—khususnya komunitas pegunungan
seperti Walak/Balim—dalam menghadapi dominasi hukum positif negara dan tekanan
kapitalisme modern. Dimulai dengan menempatkan isu masyarakat pribumi dalam
konteks internasional (ILO, World Bank) dan akar sejarah istilah adat recht,
penulis menelusuri bagaimana hukum adat lahir dari pengalaman komunitas,
berdiri sebagai sistem norma yang rasional, religius, dan sosiokultural, serta
berfungsi sebagai alat pengendalian sosial yang memberi keadilan dan menjaga
harmoni komunitas.
Buku ini menguraikan empat pilar utama yang menjadi dasar
urgensi merevitalisasi hukum adat: (1) filosofis — hukum adat sebagai produk kebenaran
naturalistik dan pengalaman turun-temurun; (2) religi — peran spiritual dan
praktik mistis dalam dinamika penyelesaian konflik; (3) sosiologis — fungsi
hukum adat dalam struktur sosial, termasuk relasi gender dan demokrasi
kesukuan; dan 4) hukum & HAM — implikasi hak asasi manusia, kolisi dengan
hukum nasional, serta kebutuhan menyusun tata aturan adat yang rasional,
transparan, dan sesuai standar HAM. Di sepanjang kajian penulis menampilkan
kasus-kasus nyata (mis. konflik tanah, praktik perusahaan tambang/pengelolaan
SDA, pemeriksaan aparat terhadap rakyat Papua, dan kriminalisasi yang
dipolitisir) untuk menunjukkan bagaimana penegakan hukum positif sering kali
mengabaikan roh hukum adat dan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat adat.
Secara khusus buku ini membahas problematika praktis:
konflik legitimasi antara hukum nasional dan adat; kesalahan penanganan aparat
yang mempolitisir perkara; kelemahan hukum adat yang belum tertulis atau tersistematika;
serta bahaya praktik korupsi dan “penyogokan” dalam sistem hukum formal.
Penulis juga menyorot aspek gender dalam adat—mengakui adanya subordinasi
tradisional namun juga menampilkan bukti-bukti partisipasi perempuan sebagai
agen penting dalam pengambilan keputusan adat—dan mengusulkan pengaturan ulang
yang menghormati kapasitas perempuan tanpa menghilangkan kearifan lokal.
Diagram skematik dan ilustrasi (mis. relasi Hukum–HAM, alur kasus terkait
praktik magis) dipakai untuk mempermudah pembaca memahami perbedaan-area dan
titik temu antara norma adat dan norma HAM/hukum positif.
Tujuan buku ini bersifat ganda: memberi kepercayaan diri
kepada masyarakat adat Papua untuk menghargai dan menyusun hukum adatnya secara
rasional dan tertulis; serta menjadi rekomendasi kebijakan bagi penguasa negara
agar melakukan sinkronisasi hukum positif dengan kebutuhan masyarakat adat sesuai
semangat konvensi internasional (ILO). Sebagai manfaat praktis, buku ini
diharapkan membantu komunitas adat, penegak hukum, akademisi, dan pembuat
kebijakan untuk memahami nilai-nilai hukum adat, memperbaiki advokasi hukum,
dan merancang mekanisme penyelesaian sengketa yang adil, manusiawi, dan berakar
pada kearifan lokal.
Akhirnya, buku ini bukan seruan untuk menolak hukum
negara, melainkan ajakan konstruktif: merasionalisasikan, menulis, dan
melestarikan hukum adat sehingga mampu berdiri sejajar—bukan kalah—dalam ruang
hukum nasional. Dengan menempatkan filosofi, agama, budaya, dan HAM sebagai parameter,
penulis menawarkan kerangka kerja praktis dan etis untuk menjadikan hukum adat
sebagai instrumen perdamaian, keadilan, dan kedaulatan budaya di tengah
gempuran modernitas.
Keyword : Rasionalisasi, Hukum, Adat, Masyarakat, Adat, Walak-Balim, Utara, Tanah, Papua, :, Suatu, Usulan, untuk, Advokasi, jejakpublisher, jejak publisher, jejak, publisher, Rasionalisasi Hukum Adat Masyarakat Adat Walak-Balim Utara Tanah Papua : Suatu Usulan untuk Advokasi, Rasionalisasi Hukum Adat Masyarakat Adat Walak-Balim Utara Tanah Papua : Suatu Usulan untuk Advokasi jejak publisher, Rasionalisasi Hukum Adat Masyarakat Adat Walak-Balim Utara Tanah Papua : Suatu Usulan untuk Advokasi jejakpublisher